ditulis oleh Paulina Damayanti
Salah satu anggota divisi Dokumentasi ini, hari Jumat 31 Juli yang lalu, telah berhasil melaunching buku perdananya berjudul Ketika Indonesia Dipertanyakan. Buku tersebut disusun bersama enam orang teman lainnya, yang juga merupakan anggota APC (Atmajaya Photography Club). Secara garis besar buku tersebut bercerita tentang kondisi masyarakat di daerah Entikhong (Kalimantan Barat), yang tentunya diceritakan dalam bentuk esai foto.”Selama empat tahun ikut APC, Entikong adalah tempat paling berkesan buat aku,” ungkap pria gondrong ini dengan suara bassnya.
Siapakah dia? Tak lain lagi, dia adalah Michael Eko Hardianto, yang sering disapa Mike oleh teman-temannya. Anak sulung dari tiga bersaudara ini lahir di Jakarta , 29 September 1987.
Mike mengaku cepat bosan dengan segala sesuatu, ia lebih dinamis, dan sangat senang travelling ke tempat-tempat yang menarik dan belum pernah dikunjungi sebelumnya.”Waktu itu, karena terlalu bosan dengan rutinitas, aku pernah pergi sendirian ke Surabaya. Di sana aku cuma jalan-jalan dan hunting foto sendirian.”
Alumni SMA PL Van Lith Muntilan ini, mengaku dari kecil sudah tertarik dengan dunia jurnalistik. Kecintaannya pada dunia tulis menulis mendorongnya untuk melanjutkan kuliah ke FISIP UAJY. “Di sini aku banyak belajar, bisa menemukan banyak teman, dan tahu arti persahabatan yang sesungguhnya.”
Mike menambahkan.”Sebenarnya aku ngrasa, antara biaya pendidikan yang aku keluarin dengan ilmu yang aku dapet di sini belum seimbang. Justru aku lebih banyak dapat ilmu dari luar, bukan di sini,” ujar pria yang sempat ikut pelatihan di Antara Jakarta selama setengah tahun ini.
Menjadi panitia inisiasi 2009 merupakan pengalaman keduanya, setelah tahun 2006 kemarin sempat menjadi panitia inisiasi, tepatnya menjadi wakil ketua mendampingi Arief Adinugroho (angkatan 2004). Alasan pria penyuka cap cay ini tergabung dalam divisi Dokumentasi adalah “Karena aku suka motret,” jawabnya singkat sambil tersenyum.
Menurut pria yang mengaku sering telat ini, definisi pekerjaan yang ideal menurutnya adalah, ”Pekerjaan yang ideal itu merupakan sebuah aksi yang memanusiakan manusia. Banyak orang bilang hidup harus bekerja keras. Tapi bila kerja keras itu tidak sesuai hati nurani, apalah artinya itu semua. Kebanyakan kerja, lalu kapan libur dan mencari kebahagiaan yang sejatinya? Pokoknya setelah semua kerja keras ini berakhir, tidak ada yang boleh mengganggu liburan saya. my holiday is my authority. Viva la eksistensialist.”
Salah satu anggota divisi Dokumentasi ini, hari Jumat 31 Juli yang lalu, telah berhasil melaunching buku perdananya berjudul Ketika Indonesia Dipertanyakan. Buku tersebut disusun bersama enam orang teman lainnya, yang juga merupakan anggota APC (Atmajaya Photography Club). Secara garis besar buku tersebut bercerita tentang kondisi masyarakat di daerah Entikhong (Kalimantan Barat), yang tentunya diceritakan dalam bentuk esai foto.”Selama empat tahun ikut APC, Entikong adalah tempat paling berkesan buat aku,” ungkap pria gondrong ini dengan suara bassnya.
Siapakah dia? Tak lain lagi, dia adalah Michael Eko Hardianto, yang sering disapa Mike oleh teman-temannya. Anak sulung dari tiga bersaudara ini lahir di Jakarta , 29 September 1987.
Mike mengaku cepat bosan dengan segala sesuatu, ia lebih dinamis, dan sangat senang travelling ke tempat-tempat yang menarik dan belum pernah dikunjungi sebelumnya.”Waktu itu, karena terlalu bosan dengan rutinitas, aku pernah pergi sendirian ke Surabaya. Di sana aku cuma jalan-jalan dan hunting foto sendirian.”
Alumni SMA PL Van Lith Muntilan ini, mengaku dari kecil sudah tertarik dengan dunia jurnalistik. Kecintaannya pada dunia tulis menulis mendorongnya untuk melanjutkan kuliah ke FISIP UAJY. “Di sini aku banyak belajar, bisa menemukan banyak teman, dan tahu arti persahabatan yang sesungguhnya.”
Mike menambahkan.”Sebenarnya aku ngrasa, antara biaya pendidikan yang aku keluarin dengan ilmu yang aku dapet di sini belum seimbang. Justru aku lebih banyak dapat ilmu dari luar, bukan di sini,” ujar pria yang sempat ikut pelatihan di Antara Jakarta selama setengah tahun ini.
Menjadi panitia inisiasi 2009 merupakan pengalaman keduanya, setelah tahun 2006 kemarin sempat menjadi panitia inisiasi, tepatnya menjadi wakil ketua mendampingi Arief Adinugroho (angkatan 2004). Alasan pria penyuka cap cay ini tergabung dalam divisi Dokumentasi adalah “Karena aku suka motret,” jawabnya singkat sambil tersenyum.
Menurut pria yang mengaku sering telat ini, definisi pekerjaan yang ideal menurutnya adalah, ”Pekerjaan yang ideal itu merupakan sebuah aksi yang memanusiakan manusia. Banyak orang bilang hidup harus bekerja keras. Tapi bila kerja keras itu tidak sesuai hati nurani, apalah artinya itu semua. Kebanyakan kerja, lalu kapan libur dan mencari kebahagiaan yang sejatinya? Pokoknya setelah semua kerja keras ini berakhir, tidak ada yang boleh mengganggu liburan saya. my holiday is my authority. Viva la eksistensialist.”
0 komentar:
Posting Komentar