ditulis oleh Hendy Adhitya
Semakin banyak persoalan tak membuat langkah panitia surut. Tiga tahun terakhir ini, kepanitiaan inisiasi FISIP UAJY makin diuji ketahanannya. Panitia “dibombardir” oleh permasalahan internal maupun permasalahan eksternal.
Rapat 9 Juli lalu, adalah masa dimana permasalahan eksternal datang menguji panitia. Pihak universitas yang mengklaim diri sebagai penyelenggara utama inisiasi, tetap bersikukuh mempertahankan inisiasi dengan jumlah tiga hari. Dimana pembagiannya adalah satu hari untuk inisiasi universitas, sementara dua hari sisanya adalah untuk fakultas.
Namun yang amat disayangkan adalah masih adanya miskoordinasi antar pihak universitas dan panitia fakultas selaku penyelenggara. Pihak universitas sebagai otoritas tertinggi semestinya berinisiatif untuk mengkomunikasikan terlebih dahulu perkara perbincangan kebijakan ini. Sebelum kebijakan dibuat, mahasiswa sebagai pelaksana lapangan acara inisiasi semestinya diundang juga dalam penentuan kebijakan. Alasannya? Ya mahasiswa adalah satu dari sekian stakeholder UAJY. Jangan lupa itu.
Selain itu, proses evaluasi terhadap program pengenalan semacam ini belum pernah dilakukan. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pihak universitas tidak menganggap inisiasi sebagai acara penting. Inisiasi hanya sebagai program “lewat” yang “hanya” setahun sekali diadakan. Tak lebih. Konten acaranya? Saya tak berani mengatakan “menyenangkan”.
Evaluasi yang hilang ini akhirnya menimbulkan akibat. Yaitu masalah komplain dari wali atau orang tua mahasiswa. Komplain yang dari tahun ke tahun menumpuk ini tak pernah dikomunikasikan kepada panitia. Dan sayangnya hanya menjadi “bisik-bisik segelintir orang” bukan menjadi bahan komunikasi untuk mengevaluasi acara. Pun seharusnya bisa menjadi semacam peringatan dan pagar untuk acara tahun berikutnya agar lebih baik lagi.
Nah, disamping itu komplain semestinya bukan menjadi ketakutan bagi otoritas pengambil kebijakan. Tapi jadikan itu pelecut menuju arah yang lebih baik lagi. Bukan justru malah membuat acara yang sama tipe dan konsep dari tahun ke tahun. Sebagai warga akademisi, ide pembaharuan seharusnya tumbuh subur di sini. Akademisi adalah pengawal masyarakat awam. Ia seharusnya bisa menjadi pionir perubahan. Bukan justru patuh tertunduk pada ide-ide lama yang usang.
Tulisan ini hanya ingin memberi sumbangan ide buat acara-acara serupa. Supaya kita tak “bebal” lagi. Baik pihak universitas, dekanat dan panitia. Semua harus mengevaluasi diri. Bukan malah dengan berkomentar “pokoknya harus dst dst” yang menutup kemungkinan berdiskusi dan instrospeksi.
Tampaknya kita semua harus belajar menjadi seperti anak kecil kembali. Yang selalu haus akan rasa ingin tahu.
Ya, semua...
tanpa kecuali...
Semakin banyak persoalan tak membuat langkah panitia surut. Tiga tahun terakhir ini, kepanitiaan inisiasi FISIP UAJY makin diuji ketahanannya. Panitia “dibombardir” oleh permasalahan internal maupun permasalahan eksternal.
Rapat 9 Juli lalu, adalah masa dimana permasalahan eksternal datang menguji panitia. Pihak universitas yang mengklaim diri sebagai penyelenggara utama inisiasi, tetap bersikukuh mempertahankan inisiasi dengan jumlah tiga hari. Dimana pembagiannya adalah satu hari untuk inisiasi universitas, sementara dua hari sisanya adalah untuk fakultas.
Namun yang amat disayangkan adalah masih adanya miskoordinasi antar pihak universitas dan panitia fakultas selaku penyelenggara. Pihak universitas sebagai otoritas tertinggi semestinya berinisiatif untuk mengkomunikasikan terlebih dahulu perkara perbincangan kebijakan ini. Sebelum kebijakan dibuat, mahasiswa sebagai pelaksana lapangan acara inisiasi semestinya diundang juga dalam penentuan kebijakan. Alasannya? Ya mahasiswa adalah satu dari sekian stakeholder UAJY. Jangan lupa itu.
Selain itu, proses evaluasi terhadap program pengenalan semacam ini belum pernah dilakukan. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pihak universitas tidak menganggap inisiasi sebagai acara penting. Inisiasi hanya sebagai program “lewat” yang “hanya” setahun sekali diadakan. Tak lebih. Konten acaranya? Saya tak berani mengatakan “menyenangkan”.
Evaluasi yang hilang ini akhirnya menimbulkan akibat. Yaitu masalah komplain dari wali atau orang tua mahasiswa. Komplain yang dari tahun ke tahun menumpuk ini tak pernah dikomunikasikan kepada panitia. Dan sayangnya hanya menjadi “bisik-bisik segelintir orang” bukan menjadi bahan komunikasi untuk mengevaluasi acara. Pun seharusnya bisa menjadi semacam peringatan dan pagar untuk acara tahun berikutnya agar lebih baik lagi.
Nah, disamping itu komplain semestinya bukan menjadi ketakutan bagi otoritas pengambil kebijakan. Tapi jadikan itu pelecut menuju arah yang lebih baik lagi. Bukan justru malah membuat acara yang sama tipe dan konsep dari tahun ke tahun. Sebagai warga akademisi, ide pembaharuan seharusnya tumbuh subur di sini. Akademisi adalah pengawal masyarakat awam. Ia seharusnya bisa menjadi pionir perubahan. Bukan justru patuh tertunduk pada ide-ide lama yang usang.
Tulisan ini hanya ingin memberi sumbangan ide buat acara-acara serupa. Supaya kita tak “bebal” lagi. Baik pihak universitas, dekanat dan panitia. Semua harus mengevaluasi diri. Bukan malah dengan berkomentar “pokoknya harus dst dst” yang menutup kemungkinan berdiskusi dan instrospeksi.
Tampaknya kita semua harus belajar menjadi seperti anak kecil kembali. Yang selalu haus akan rasa ingin tahu.
Ya, semua...
tanpa kecuali...
0 komentar:
Posting Komentar